Resume Padhang mBulan
15 Rabiul Awal 1430-11 Maret 2009
diawali seperti biasa dengan pembacaan Al Quran, disusul dengan dzikir, dan sholawat kepada baginda Nabi, dipandu oleh Cak Mitro. Acara dimoderatori oleh Cak Muh. Anang, mengingat kedua guru PB ini (Cak Fuad&Ki Dalang Murtadho) baru mengalami sakit, maka oleh jamaah didoakan fatehah bersama-sama. Kemudian menyilakan Ki Dalang Jemblung untuk mengintro PB. Karena bertepatan dengan bulan Robiul Awal, ia mengulas sekilas siroh Nabawiyah.
Cak Fuad
mengawali dengan cerita sakit beliau. Herpes. Selama satu bulan hanya tiduran. Namun, Cak Fuad mungkasi kata, lebih baik menceritakan nikmat Allah daripada cerita tentang musibah.
Mengawali kajian tafsir Al quran Cak Fuad menanyakan apakah para jamah PB sudah akrab dengan Al Quran ?. Jangan-jangan selama ia menyampaikan tafsir di PB, para jamaaah Maiyah belum mengakrabi Quran. Cak Fuad mempertanyakan apakah kajiannya selama ini telah Sejauh mana Al Quran menjadi pegangan hidup ummat Islam?. Karena selama ini banyak yang hanya sekedar untuk tabarukan. Tidak salah memang. Karena membaca Al quran termasuk ibadah. Namun jika ingin menjadikan Al quran sebagai pedoman dan petunjuk hidup, maka kita harus banyak berinteraksi.
Dengan interaksi intens maka kita bisa memahaminya. Cara berinteraksi, kata Cak Fuad, pertama dengan membacanya, kedua menghafalnya, ketiga menyimak orang yang membaca Quran dan keempat, mentadaburinya (memahaminya). Dalam membaca Quran, hendaknya pelan. Jangan sampai mengganggu teman lainnya. Interaksi ini terindikasi dari berapa kali kita mengkhatamkan Quran. Sekian banyak ulama yang khatam Al Quran, namun yang utama adalah seberapa jauh mampu mentadaburinya.
Cak Nun
dalam konteks mentadaburi ini, CN mengajukan pemahaman agar tadabur ini menyangkut ilmu psikologi, biologi, fisika dan lain-lain. Sehingga terbentuk tata fikir, tata kelola (siyasah dan strategi). Meskipun, ketika seseorang mampu menangkap ilmu dari tadabur tadi, akhirnya seseorang dapat menangkap esensi ilmu. Sehingga ia tahu. Ia pandai. Atau bagaimana jika 'bodoh' saja terhadap ilmu?. Mengingat antara pandai (tahu) dan bodoh (tidak tahu) masing-masing ada tanggung jawabnya. Di dalam ilmu pengetahuan tadi akhirnya terdapat 'gangguan ilmu'.
Lebih baik saya tidak tahu daripada melihat tapi...inilah resiko moral dalam ilmu dan pengetahuan. Misalnya, tentang negara Indonesia. Kita tahu bagaimana tata kelola negara. Namun, dalam kenyataan bagaimana jika seorang Presiden Negara Indonesia ditolak oleh 6 Bupati, notabene sebagai bawahannya. Apa beda presiden partai dengan presiden suatu negara. Sulit diterima dengan akal sehat.
Dalam konteks epistemologi, Cak Nun meminta tafsir dari sifat Alloh yang Al Mutakabbir. Apakah berarti takabur. Yang sekilas terkesan negatif. Sebagaimana akal, kata kerjanya adalah ngakali , berkonotasi 100 % negatif. Dari sisi kata , Cak Fuad mengatakan bahwa Takabbur berasal dari kata Kabuuro (besar), Takabbaro (merasa besar) atau membesar-besarkan dirinya sendiri. Namun, CN berasumsi bahwa takabur bermakna Alloh tidak Ridho / Alloh cemburu, sedangkan Mutakabbir bermaksud Allah Maha 'Nggedheni'. Sehingga ini bisa berarti pula boleh takabbur dalam konteks tidak mentakaburi Allah. Arti mentakaburi, kata CN lagi, bisa juga bermakna 'mampu mengatasi persoalan'.
Dalam kehidupan bernegara. Saat ini lebih banyak orang yang taat kepada demokrasi dibanding kepada Al Quran. Bukankah ini sifat takabur?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar